Cari Blog Ini

Rabu, 07 Maret 2012

TEORI KURIKULUM MENURUT PENDAPAT : FRANKLIN BOBBIT,RALPH W. TAILER,BEAUCHAMP,CASWELL,MAURIST

MENURUT Franklin Bobbit

LANDASAN DAN PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
Hansiswany Kamarga
TEORI KURIKULUM
TEORI:

•    Satu set / sistem pernyataan yang menjelaskan serangkaian hal
•    Karakteristik pernyataan :
–    Besifat memadukan
–    Berisi kaidah-kaidah umum
–    Bersifat meramalkan
•    Teori lahir dari suatu proses, menjelaskan suatu kejadian yang menunjukkan sifat universal
•    Guna teori (a) mendeskripsikan, (b) menjelaskan, (c) memprediksikan
TEORI KURIKULUM
TEORI KURIKULUM :

Suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah; makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum.
TEORI KURIKULUM
PERKEMBANGAN TEORI KURIKULUM
•    Franklin Bobbit : kehidupan manusia terbentuk oleh sejumlah kecakapan, diperoleh melalui pendidikan yakni penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi  TUJUAN Kurikulum. Keseluruhan tujuan & pengalaman menjadi bahan kajian teori kurikulum
•    1920 : pengaruh pendidikan progresif berkembang gerakan pendidikan yang berpusat pada anak. Isi kurikulum didasarkan pada minat & kebutuhan siswa
•    Caswell : konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat  kurikulum interaktif yang menekankan pada partisipasi guru
•    1947 : dirumuskan 3 tugas teori kurikulum :
–    Identifikasi masalah yang muncul dalam pengembangan kurikulum
–    Menghubungkan masalah dengan struktur yang mendukungnya
–    Meramalkan pendekatan di masa yang akan datang
TEORI KURIKULUM
•    Ralph W Tyler : 4 pertanyaan pokok inti kajian kurikulum :
•    Tujuan
•    Pengalaman pendidikan
•    Organisasi pengalaman
•    Evaluasi
•    1963 : Beauchamp : teori kurikulum berhubungan erat dengan teori-teori lain
Othanel Smith : sumbangan filsafat terhadap teori kurikulum (perumusan tujuan & penyusunan bahan)
•    Mc Donald (1964) : 4 sistem dalam persekolahan yakni kurikulum, pengajaran, mengajar, belajar
•    Beauchamp (1960 – 1965) : 6 komponen kurikulum sebagai bidang studi (1) landasan kurikulum, (2) isi kurikulum, (3) disain kurikulum, (4) rekayasa kurikulum, (5) evaluasi kurikulum, (6) penelitian dan pengembangan
•    Mauritz Johnson (1967) : membedakan kurikulum (tujuan) dengan proses pengembangan kurikulum. Pengalaman belajar merupakan bagian dari pengajaran
TEORI KURIKULUM
Sumber / landasan inti penyusunan kurikulum :

•    Bertolak dari kehidupan dan pekerjaan orang tua
•    Menjadi luas, meliputi semua unsur kebudayaan
•    Bersumber pada anak : kebutuhan, perkembangan, dan minat
•    Berdasarkan pengalaman kurikulum yang sebelumnya
•    Nilai (value)
•    Kekuasaan sosial & politik
TEORI KURIKULUM
Sub Teori Kurikulum :

•    Disain Kurikulum
Merupakan pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar.
2 dimensi penting yakni (a) substansi, dan (b) model pengorganisasian (bagaimana penggunaan kurikulum dan bagaimana kurikulum di evaluasi)
•    Rekayasa Kurikulum
Proses memfungsikan kurikulum di sekolah / upaya agar kurikulum berfungsi
–    Bidang pelaksanaan proses rekayasa
–    Keterlibatan personal dalam proses pelaksanaan kurikulum
–    Tugas dan prosedur perencanaan kurikulum
–    Tugas dan prosedur pelaksanaan
–    Tugas dan prosedur evaluasi
TEORI KURIKULUM
5 PRINSIP DALAM PENGEMBANGAN TEORI KURIKULUM
•    DIMULAI DENGAN PERUMUSAN / PENDEFINISIAN
•    MEMPUNYAI KEJELASAN NILAI & SUMBER PANGKAL TOLAKNYA
•    MENJELASKAN KARAKTERISTIK DISAIN KURIKULUM
•    MENGGAMBARKAN PROSES PENENTUAN KURIKULUM & INTERAKSI ANTARA PROSES
•    MENYIAPKAN DIRI BAGI PROSES PENYEMPURNAAN





MENURUT . RALPH W. TAILER
Landasan Pengembangan Kurikulum
Sebuah bangunan yang tinggi tentu membutuhkan landasan atau fondasi yang kuat agar dapat berdiri tegak, kokoh, dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki fondasi yang kokoh maka pasti akan cepat hancur. Begitu pula dengan pengembangan kurikulum. Landasan pengembangan kurikulum pada hakikatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada waktu mengembangkan kurikulum lembaga pendidikan, baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah.
Menurut seorang ahli kurikulum bernama Robert S. Zais (976) kurikulum suatu lembaga pendidikan didasarkan pada lima landasan (foundations). Kurikulum komponen-komponennya terdiri atas tujuan (aims, goals, objectives), isi/bahan (content), aktivitas belajar (learning activities), dan evaluasi (evaluation). Landasan utama dari kurikulum tersebut yaitu landasan filosofis (philosophical assumption), sedangkan landasan yang lainnya yaitu hakikat ilmu pengetahuan (epistemology), masyarakat dan kebudayaan (society and culuture), individu /peserta didik (the individual), dan teori-teori belajar (learning theory). Senada dengan pendapat Robert S. Zais, Ralph W. Tyler (dalam Ornstein dan Hunkins, 1988) mengemukakan pandangan yang erat kaitannya dengan beberapa aspek yang melandasi suatu kurikulum.

Landasan Filosofis
Landasan filosofis mengacu pada pentingnya filsafat dalam melaksanakan, membina, dan mengembangkan, kurikulum di sekolah. Dalam pengertian umum, filsafat adalah cara berpikir yang radikal, menyeluruh, dan mendalam (Socrates) atau suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-sedalamnya. Plato menyebut filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang kebenaran. Fisafat berupaya mengkaji berbagai masalah yang ddihadapi manusia, termasuk masalah pendidikan. Menurut Mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan di Indonesia pada khususnya. Ketiga system filsafat tersebut, yaitu idealisme, realisme, dan pragmatisme.
Bidang telaahan filsafat awalnya mempersoalkan siapa manusia itu. Kajian terhadap persoalan ini menelusuri hakikat manusia sehingga muncul beberapa asumsi tentang manusia. Misalnya manusia adalah makhluk religi, makhluk sosial, makhluk yang berbudaya. Dari telaahan tersebut filsafat mencoba menelaah tiga pokok persoalan, yaitu hakikat benar salah (logika), hakikat baik buruk (etika), dan hakikat indah jelek (estetika).
Filsafat akan menentukan arah kemana siswa dibawa. Filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing kearah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh sebab itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau yang dianut oleh perorangan (dalam hal ini guru) akan sangat mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Falsafah yang dianut oleh suatu negara bagaimanapun akan mewarnai tujuan pendidikan di negara tersebut. Dengan demikian, tujuan pendidikan di suatu negara akan berbeda dengan negara lainnya, disesuaikan dengan falsafah yang dianut oleh negara-negara tersebut. Tujuan pendidikan pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif mengenai apa yang seharusnya dicapai. Tujuan ini memuat pernyataan-pernyataan (statements) mengenai kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa selaras dengan sistem nilai dan filsafat yang dianut.

Berkaitan dengan tujuan pendidikan ini, terdapat beberapa pendapat yang bias dijadikan bahan kajian banding. Hebbert Spencer (dalam Nasution, 1982) mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan itu harus memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Self preservation, mengacu pada kemampuan individu untuk dapat menjaga kelangsungan hidupnya dengan sehat, mencegah penyakit, hidup teratur, dan lain-lain.
2. Securing the necessities of life, mengacu pada kemampuan individu untuk sanggup mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan hidup dengan melakukan suatu pekerjaan.
3. Rearing of family, mengacu pada kemampuan menjadi orang tua yang sanggup bertanggung jawab atas pendidikan anaknya dan kesejahteraan keluarganya.
4. Maintaining proper social and political relationship, mengacu kepada kemampuan individu sebagai makhluk sosial yang hidup dalam lingkungan masyarakat dan negara.
5. Enjoying leisure time, mengacu pada kemampuan individu untuk memanfaatkan waktu senggangnya dengan memilih kegiatan-kegiatan yang menyenangkan dan menambah kenikmatan dan kegairahan hidup.

The United States Office of Education pada tahun 1918 (dalam Nasution 1982) telah mencanangkan tujuan pendidikan melalui Seven Cardinal Principles yang memuat hal-hal berikut,
1. Health, dalam hal ini sekolah diwajibkan mempertinggi taraf kesehatan murid-murid.
2. Command of fundamental processes, yang mengacu pada penguasaan kecakapan pokok yang fundamental, seperti menulis, membaca, dan berhitung.
3. Worthly home membership, dalam hal ini sekolah dituntut untuk mendidik anak-anak menjadi anggota keluarga yang berharga sehingga berguna bagi masyarakat.
4. Vocational efficiency, mengacu pada efisiensi dalam pekerjaan sehingga dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dapat dicapai hasil yang sebesar-besarnya.
5. Citizenship, dalam hal ini sekolah dituntut untuk melakukan usaha menggembleng bermacam-macam bangsa yang ada di negara itu menjadi bangsa yang kompak.
6. Worthy use of leisure,  mengacu pada kemampuan memanfaatkan dengan baik waktu senggang yang senantiasa bertambah panjang berhubungan dengan industrialisasi yang lebih sempurna.
7. Satisfaction of religious needs, yaitu pemuasan kehidupan keagamaan.

Tujuan pendidikan yang diuraikan di atas adalah tujuan pendidikan yang dikembangkan di Amerika Serikat. Tujuan pendidikan di Indonesia tertuang dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional,yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengambangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan, dan keterampilan, kesehatan jasmani, dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena tujuan pendidikan itu sangat diwarnai oleh falsafah/pandangan hidup yang dianut suatu bangsa maka kurikulum yang dikembangkan juga akan mencerminkan falsafah/pandangan hidup tersebut. Hal ini, sudah jelas menunjukkan adanya keterkaitan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan di suatu negara dengan filsafat negara yang dianutnya. Bila suatu negara mengalami perubahan dalam hal pandangan hidupnya maka hal itu juga secara langsung mempengaruhi kurikulum yang ada.
Di Indonesia pada masa penjajahan Belanda, kurikulum yang dianut sangat berorientasi kepada kepentingan politik kerajaan Belanda saat itu. Begitu pula pada saat penjajahan Jepang, kurikulum yang ada berpijak pada filsafat yang dianut negara Matahari Terbit itu. Pada masa orde baru, garapan pendidikan nasional khususnya kurikulum pendidikan  disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan serta filsafat yang dianut bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.

Landasan Psikologis
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, sedangkan kurikulum adalah upaya menentukan program pendidikan untuk mengubah perilaku manusia. Oleh sebab itu, pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh psikologi sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku itu harus dikembangkan.
1.Perkembangan Siswa dan Kurikulum
Anak sejak lahir sudah memperlihatkan keunikan-keunikan seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan atau gerakan tertentu. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebenarnya sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Bagi aliran yang sangat percaya dengan kondisi tersebut sering menganggap anak sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil. J.J Rosseau, seorang ahli pendidikan bangsa Perancis termasuk yang fanatik berpandangan seperti itu. Ia berpendapat bahwa segala sesuatu itu adalah baik dari tangan Tuhan, akan tetapi menjadi rusak karena tangan manusia. Ia percaya bahwa anak harus belajar dari pengalaman langsung.
Pendapat lain mengatakan bahwa anak itu adalah hasil dari pengaruh lingkungan. Hal ini bertentangan dengan pandangan Rosseau.
Selain kedua pandangan itu, ada juga yang berpandangan bahwa perkembangan anak merupakan perpaduan antara pembawaan dan lingkungan. Aliran ini mengakui akan kodrat manusia yang memiliki potensi sejak lahir, namun potensi ini akan berkembang menjadi baik dan sempurna berkat pengaruh lingkungan. Aliran ini disebut aliran konvergensi dengan tokohnya William Stern. Pandangan terakhir dikembangkan oleh Havighurst dengan teorinya tentang tugas-tugas perkembangan.
Implikasi terhadap perkembangan kurikulum yaitu:
- Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakatnya, minat, dan kebutuhannya.
- Di samping menyediakan pelajaran yang sifatnya umum yang wajib dipelajari anak, sekolah menyediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
- Kurikulum di samping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan/keterampilan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik.
- Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
2.Psikologi Belajar dan Kurikulum
Psikologi belajar berkaitan dengan bagaimana individu/siswa belajar. Belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan perilaku naik pada aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), maupun psikomotor (keterampilan) yang terjadi karena proses pengalaman.
Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga rumpun, yaitu teori disiplin mental atau teori daya (faculty theory), teori behaviorisme, dan teori organismik atau cognitive gestalt field.
Pengertian mengajar menurut teori daya adalah melatih siswa dalam daya-daya tersebut. Cara mempelajarinya pada umumnya melalui hafalan dan latihan.
Menurut teori gestalt, peran guru yaitu sebagai pembimbing bukan penyampai pengetahuan, dan siswa berperan sebagai pengolah bahan pelajaran. Teori ini banyak mempengarui praktik pelaksanaan kurikulum di sekolah, prinsipnya adalah,
a. Belajar itu berdasarkan keseluruhan
b. Belajar adalah pembentukan kepribadian
c. Belajar berkat pemahaman
d. Belajar berdasarkan pengalaman
e. Belajar adalah suatu proses perkembangan
f. Belajar adalah proses berkesinambungan
g. Belajar akan lebihh berhasil jika dihubungkan dengan minat, perhatian,dan kebutuhan siswa.

Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis mengarahkan kajian mengenai kurikulum yang dikaitkan dengan masyarakat, kebudayaan, dan perkembangan ilmu pengetahuan.
1. Kurikulum dan Masyarakat
Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang terorganisasi yang berpikir tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya. Kurikulum sebagai program atau rancangan pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat, bukan hanya dari segi isi programnya tetapi juga dari segi pendekatan dan strategi pelaksanaanya. Penerapan teori, prinsip, dan hukum yang terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum harus sesuai dengan kondisi masyarakat setempat sehingga hasil belajar yang dicapai siswa akan lebih bermakna dalam hidupnya.
2. Kurikulum dan Kebudayaan
Kebudayaan pada dasarnya merupakan pola kelakuan yang secara umum terdapat dalam satu masyarakat. Seluruh nilai yang telah disepakati masyarakat dapat pula disebut kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa manusia yang diwujudkan dalam tiga hal,
a. Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, dan peraturan.
b. Kegiatan
c. Benda hasil karya manusia.
Sekolah mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada para siswa dengan salah satu alat yang disebut kurikulum. Kurikulum pada dasarnya merupakan refleksi dari cara orang berpikir, berasa, bercita-cita, atau kebiasaan-kebiasaan. Oleh karena itu, dalam mengembangkan suatu kurikulum guru perlu memahami kebudayaan.
3. Kurikulum dan Perkembangan Iptek
Pengaruh iptek cukup luas, meliputi segala bidang kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, keagamaan, keamanan, dan pendidikan. Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat ini maka kurikulum harus berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sumber: Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran oleh Asep Herry Hernawan, dkk.


KURIKULUM DALAM PANDANGAN BEAUCHAMP
KURIKULUM DALAM PANDANGAN BEAUCHAMP
Oleh:ADE HERDIANA
Email: hero69ade@gmail.com


TEORI KURIKULUM MENURUT BEAUCHAMP
BAB I
PENDAHULUAN

A. KONSEP KURIKULUM MENURUT BEAUCHAMP
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari siswa. Anggapan ini telah ada sejak zaman Yunani Kuno, namun dalam lingkungan dan hubungan tertentu pandangan ini masih dipakai sampai sekarang. Banyak orangtua bahkan juga para guru, kalau ditanya tentang kurikulum akan memberikan jawaban sekitar mata pelajaran. Lebih khusus mungkin kurikulum diartikan hanya sebagai isi pelajaran.
Pendapat-pendapat yang muncul selanjutnya telah beralih dari menekankan pada isi menjadi lebih memberikan tekanan pada pengalaman belajar, bahkan juga menunjukkan adanya perubahan lingkup dari konsep yang sangat sempit kepada yang lebih luas.
George A.Beauchamp (1968) lebih memberikan tekanan bahwa kurikulum adalah suatu rencana pendidikan atau pengajaran, sedangkan pelaksanaan rencana itu sudah masuk pengajaran. Dalam Sukmadinata (2005:5), Beauchamp mengatakan:
A curriculum is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school.
Senada dengan pendapat tersebut, Ansyar dan Nursain (1991:25) merekam pendapat Beauchamp (1981) sebagai berikut:
Kurikulum sebagai dokumen tertulis yang memuat rencana untuk pendidikan peserta didik selama belajar di sekolah.
Selanjutnya Beauchamp (1976) mendefinisikan teori kurikulum sebagai: … a set of related statements that gives meaning to a schools’s curriculum by pointing up the relationships among its elements and by directing its development, its use, and its evaluation. (Sukmadinata, 2005: 6).
Bidang cakupan teori atau bidang studi kurikulum meliputi: konsep kurikulum, penentuan kurikulum, pengembangan kurikulum, desain kurikulum, implementasi dan evaluasi kurikulum.
Selain sebagai bidang studi, menurut Beauchamp, kurikulum juga sebagai rencana pengajaran dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan bagian dari sistem persekolahan. Sebagai suatu rencana pengajaran, kurikulum berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan disajikan, kegiatan pengajaran, alat-alat pengajaran, dan jadwal waktu pengajaran. Sebagai suatu sistem, kurikulum merupakan bagian atau subsistem dari keseluruhan kerangka organisasi sekolah atau sistem sekolah. Kurikulum sebagai suatu sistem menyangkut penentuan segala kebijakan tentang kurikulum, susunan personalia dan prosedur pengembangan kurikulum, penerapan, evaluasi, dan penyempurnaannya. Fungsi utama sistem kurikulum adalah dalam pengembangan, penerapan, evaluasi, dan penyempurnaannya, baik sebagai dokumen tertulis maupun aplikasinya dan menjaga agar kurikulum tetap dinamis.
Mengenai fungsi sistem kurikulum ini, lebih lanjut Beauchamp (1975) menggambarkan:
… (1) the choice of arena for curriculum decision making, (2) the selection and involvement of person in curriculum planning, (3) organization for and teachniques used in curriculum planning, (4)actual writing of a curriculum, (5)implementing the curriculum, (6) evaluation the curriculum, and (7) providing for feedback and modification of the curriculum. (Sukmadinata, 2005:7)
Hal yang dikemukakan oleh Beauchamp bukan hanya menunjukkan fungsi tetapi juga struktur dari suatu sistem kurikulum, yang secara garis besar berkenaan dengan pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum.

B. TEORI KURIKULUM MENURUT BEAUCHAMP
Para pakar pada dasarnya sependapat bahwa teori kurikulum adalah: suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan, penggunaan, dan evaluasi kurikulum.
Bahan kajian dari teori kurikulum adalah hal-hal yang berkaitan dengan penentuan keputusan, penggunaan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kurikulum, dan lain-lain.
Menurut Beauchamp (dalam Sukmadinata, 2005:30), teori kurikulum secara konseptual berhubungan erat dengan pengembangan teori dan ilmu-ilmu lain. Hal-hal yang penting dalam pengembangan teori kurikulum adalah penggunaan istilah-istilah teknis yang tepat dan konsisten, analisis dan klasifikasi pengetahuan, penggunaan penelitian-penelitian prediktif untuk menambah konsep, generalisasi atau kaidah-kaidah, sebagai prinsip-prinsip yang menjadi pegangan dalam menjelaskan fenomena kurikulum.
Beauchamp (dalam Sukmadinata, 2005:30) merangkumkan perkembangan teori kurikulum antara tahun 1960 sampai dengan 1965. Ia mengidentifikasi adanya enam komponen kurikulum sebagai bidang studi yaitu: landasan kurikulum, isi kurikulum, desain kurikulum, rekayasa kurikulum, evaluasi dan penelitian, dan pengembangan teori.
Dari semua uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan teori kurikulum, Beauchamp (dalam Sukmadinata, 2005:35) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan teori kurikulum, yaitu:
1. Setiap teori kurikulum harus dimulai dengan perumusan (definisi) tentang rangkaian kejadian yang dicakupnya;
2. Setiap teorio kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang nilai-nilaidan sumber-sumber pangkal tolaknya;
3. Setiap teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik dari desain kurikulumnya;
4. Setiap teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses penentuan kurikulumnya serta interaksi di antara proses tersebut;
5. Setiap teori kurikulum hendaknya menyiapkan diri bagi proses penyempurnaannya.


BAB II
MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM BEAUCHAMP

George A. Beauchamp (1981) mendefinisikan kurikulum sebagai dokumen tertulis yang memuat rencana untuk pendidikan peserta didik selama belajar di sekolah.
Pengembangan kurikulum merupakan bagian penting dalam program pendidikan. Kurikulum dan silabus perlu dijabarkan lebih lanjut agar dapat dioperasionalkan di sekolah dan kelas.
Menurut Beauchamp, ada lima langkah atau pentahapan dalam mengembangkan suatu kurikulum (Beauchamp’s System).
1. Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut: sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi, negara. Pentahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh pengambil kebijakan dalam pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum.
2. Menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum:
a. para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar
b. para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih
c. para profesional dalam sistem pendidikan
d. profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
Beauchamp mencoba melibatkan para ahli dan tokoh-tokoh pendidikan seluas
mungkin, yang biasanya pengaruh mereka kurang langsung terhadap pengemba-
ngan kurikulum dibanding dengan tokoh-tokoh lain seperti para penulis dan pe-
nerbit buku, para pejabat pemerintah, politisi, dan pengusaha serta industriawan.
Penetapan personalia ini sudah tentu disesuaikan dengan tingkat dan luas wila-
yah arena. Untuk tingkat propinsi atau nasional tidak terlalu banyak melibatkan
guru. Sebaliknya untuk tingkat kabupaten, kecamatan atau sekolah keterlibatan
guru-guru semakin besar. Mengenai keterlibatan kelompok-kelompok personalia
ini, Beauchamp mengemukakan tiga pertanyaan:
a. Haruskah kelompok ahli/pejabat/profesi tersebut dilibatkan dalam pengembangan kurikulum?
b. Bila ya, apakah peranan mereka?
c. Apakah mungkin ditemukan alat dan cara yang paling efektif untuk melaksanakan peran tersebut?
3. Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum. Beauchamp membagi keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu:
a. membentuk tim pengembang kurikulum
b. mengadakan penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang ada yang sedang digunakan
c. studi penjajagan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru
d. merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru
e. penyusunan dan penulisan kurikulum baru.
4. Implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh,baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, di samping kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah atau administrator setempat.
5. Evaluasi kurikulum. Langkah ini mencakup empat hal, yaitu:
a. evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru
b. evaluasi desain kurikulum
c. evaluasi hasil belajar siswa
d. evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum.
Data yang diperoleh dari hasil kegiatan evaluasi ini digunakan bagi penyempurnaan sistem dan desain kurikulum, serta prinsip-prinsip melaksanakannya.

BAB III
P E N U T U P

Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan.
Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis, dan rekonstruksi sosial.
Model pengembangan kurikulum pada intinya merupakan proses pembuatan keputusan untuk merevisi suatu program kurikulum.
George A. Beauchamp mengemukakan lima hal di dalam pengembangan suatu kurikulum, yaitu:
1. Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut;
2. Menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum;
3. Menetapkan organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum;
4. Implementasi kurikulum;
5. Melaksanakan evaluasi kurikulum.

DAFTAR PUSTAKA


Ansyar, M. Nursain, H. (1991). Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan;

Hernawan, A.H. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka;

Sukmadinata, N.S. (2005). Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.





MENURUT CASWELL
Pengertian dan Definisi Kurikulum
Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahlimengemukakan pandangan yang beragam. Dalam pandangan klasik, lebihmenekankan kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah.Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulahkurikulum. George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa : “ A Curriculunis a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”. Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, sepertidikemukakan oleh Caswel dan Campbell (1935) yang mengatakan bahwakurikulum … to be composed of all the experiences children have under theguidance of teachers. Dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll (1974) yangmengatakan bahwa : “ …the curriculum has changed from content of coursesstudy and list of subject and courses to all experiences which are offered tolearners under the auspices or direction of school.Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan (1988)mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi,yaitu:1.kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian,khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.2.kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulumsebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.3.kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulumsebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.4.kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulumsebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yaknitercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian :(1) kurikulum sebagai ide;(2) kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum;(3) kurikulum menurut persepsi pengajar;(4) kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas;(5) kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan(6) kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.


Dalam perspektif kebijakan pendidikab nasional sebagaimana dapat dilihat dalamUndang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.Sumber :http://warnadunia.com/pengertian-dan-definisi-kurikulum/24 Agustus 2009Sumber Gambar:http://sitemaker.umich.edu/simon.356/files/curriculum.jpghttp://aa-kbk.blogspot.com/Sebelum membahas lebih lanjut tentang kurikulum berbasiskompetensi (KBK), terlebih dahulu peneliti menjelaskan arti dari kurikulumdan kompetensi.1.

Kurikulum menurut Prof. S. Nasution setelah melihat kamus Websber tahun1812, kurikulum diberi arti “A course esp a specified fixed course study, asina schoolor college, as on leading to degree b. the whole body of coursesaffored in an education institution, or department there of, the usual sense”
.
Disini kurikulum khusus digunakan dalam pendidikan dan pengajaran, yaknisejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi yangharus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat. Kompetensimerupakan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikandalam kebiasaan berfikir dan bertindak.2.

Mapenda (2003) memberi pengertian bahwa kompetensi yaitu suatu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang refleksikan dalam kebiasaan


 berfikir dan bertindak dan kebiasaan-kebiasaan itu harus mampu dilaksanakansecara konsistwn dan terus menerus serta mamapu untuk dilaksanakan secarakonsisten dan terus menerus serta mampu untuk melakukan penyelesaian- penyelesaian dengan berbagai perubahan yang terjadi dalam kehidupan baik  profesi, keahlian maupun lainnya.3.

Departemen pendidikan nasional menyebutkan bahwa kompetensi merupakan perangkat standar program pendidikan yang dapat mengantarkan siswa untuk menjadi kompeten dalam berbagai bidang kehidupan yang dipelajarinya.Bidang-bidang kehidupan yang dipelajari tersebut memuat sejumlahkompetensi siswa sekaligus hasil belajarnya (learning outcomes).Dalam pembelajaran yang dirancang berdasarkan kompetensi.Penilaian tidak dilakukan berdasarkan pertimbangan yang bersifat subyektif.Penilaian terhadap pencapaian kompetensi perlu dilakukan secara obyektif, berdasarkan kinerja peserta didik, dengan bukti penguasaan mereka terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap sebagai hasil belajar.
MENURUT MAURITS

Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktek pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Pandangan yang muncul sejak zaman Yunani kuna ini, dalam lingkungan tertentu masih dioakai hingga kini, sebagaimana pendapat Robert S. Zais (1976:7), “a recesourse of subject matters to be mastered”. Menurut pendapat ini, kurikulum identik dengan bidang studi.

Ada pendapat yang menyatakan bahwa kurikulum merupakan pengalaman belajar, pendapat ini dikemukakan antara lain oleh Caswell dan Cambell (1975), “…to be composed of all the experiences children have under the guidance of theachers”. Ronald C Doll (1974:22), menggambarkan kurikulum telah berubah dari kontens belajar (isi) ke proses, dari skop yang sempit kepada yang lebih luas, dari materi ke pengalaman, baik di rumah, sekolah maupun lingkungan masyarakat, bersama guru atau tidak, ada hubungannya dengan pelajaran ataupun tidak, termasuk upaya guru dan fasilitas untuk mendorongnya. Meskipun, pemaknaan kurikulum demikian, mendapat kritik dari Mauritz Johnson (1967:130), menurutnya pengalaman hanya akan terjadi bila siswa berinteraksi dengan ligkungannya, interaksi seperti demikian bukan kurikulum tetapi pengajaran. Menurutnya, kurikulum hanya berkenaan dengan “… a structured series of intended learning outcomes”, hasil yang dicapai dari hasil belajar siswa. Oleh karena itu, perencaan dan pelaksanaan isi, kegiatan belajar mengajar, evaluasi termasuk pengajaran.
Mc Donald (1967:3) memandang kurikulum sebagai rencana pendidikan atau pengajaran, yang terdiri dari empat komponen, yaitu: mengajar (kegiatan professional guru terhadap murid), belajar (kegiatan responsi siswa terhadap guru), pembelajaran (interaksi antara guru murid pada proses belajar mengajar) dan kurikulum (pedoman proses belajar mengajar).

Bauchamp (1968) menekankan kurikulum sebagai rencana pendidikan atau pengajaran. Ia menegaskan bahwa kurikulum adalah dokumen tertulis dan sekaligus merupakan rencana pendidikan yang given di sekolah. Tetapi, kurikulum tidak hanya dinilai dari segi dokumen dan rencana pendidikan, karena ia harus memiliki fungsi operasional kegaiatan belajar mengajar, dan menjadi pedoman bagi pengajar maupun pelajar.

Hilda Taba (1962) berpendapat, kurikulum tidak hanya terletak pada pelaksanaanya, tetapi pada keluasan cakupannya, terutama pada isi, metode dan tujuannya, terutama tujuan jangka panjang, karena justeru kurikulum terletak pada tujuannya yang umum dan jangka panjang itu, sedangkan imlementasinya yang sempit termasuk pada pengajaran, yang keduanya harus kontinum.

Kurikulum, juga merupakan perwujudan penerapan teori baik yang terkait dengan bidang studi maupun yang terkait dengan konsep, penentuan, pengembangan desain, implementasi, dan evaluasiya. Oleh karna itu, ia merupakan rencana pengajaran dan sistem yang berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan disajikan, kegiatan pengajaran, alat-alat pengajaran, dan jadwal waktu pengajaran. Sebagai suatu sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem organisasi sekolah yang menyangkut penentuan kebijakan kurikulum, susunan personalia dan prosedur pengembangannya, penerapan, evaluasi dan penyempurnaannya (Saodih, 2008:4-7).

Dalam konteks pendidikan Nasional, kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut, dan evaluasi yang perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya pada satuan pendidikan tertentu.

Dalam Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan lahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Rumusan ini lebih spesifik mengandung pokok – pokok pikiran, sebagai berikut:

Kurikulum merupakan suatu rencana/perencanaan;
Kurikulum merupakan pengaturan, yang sistematis dan terstruktur;
Kurikulum memuat isi dan bahan pelajaran bidang pengajaran tertentu;
Kurikulum mengandung cara, metode dan strategi pengajaran;
Kurikulum merupakan pedoman kegiatan belajar mengajar;
Kurikulum, dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan;
Kurikulum merupakan suatu alat pendidikan.
Rumusan tersebut menjadi lebih jelas dan lengkap, karena suatu kurikulum harus disusun dengan memperhatikan berbagai faktor penting. Dalam undang-undang telah dinyatakan, bahwa: “Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.”

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penyusunan suatu kurikulum, ialah:

Tujuan pendidikan nasional, dijabarkan menjadi tujuan-tujuan institusional, dirinci menjadi tujuan kurikuler, dirumuskan menjadi tujuan-tujuan instruksional (umum dan khusus), yang mendasari perencanaan pengajaran.
Perkembangan peserta didik merupakan landasan psikologis yang mencakup psikologi perkembangan dan psikologi belajar;
Mengacu pada landasan sosiologis dibarengi oleh landasan kultur ekologis.
Kebutuhan pembangunan nasional yang mencakup pengembangan SDM dan pembangunan semua sektor ekonomi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta budaya bangsa dengan multi dimensionalnya.
Jenis dan jenjang pendidikan yang dikelompokkan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya.
Rumusan kurikulum menunjukkan kecenderungan berubah, dari rumusan yang bertolak dari isi/materi course of studi menjadi pengertian yang lebih luas, yakni…as all the learning experiences under the aegis of the school (Hills 118). Perubahan menitikberatkan pada apa yang dikerjakan dan dipelajari di sekolah, dipengaruhi bukan semata-mata oleh mata ajaran yang diajarkan, melainkan bergantung pada tugas-tugas belajar yang disiapkan koherensi dan keseimbangan dalam keseluruhan program-sekolah, bagaimana siswa terlibat secara reflektif dalam kurikulum, nilai-nilai dan tujuan-tujuan para guru, yang berkaitan dengan cara mereka menilai belajar siswa dan menilai dirinya sendiri. Cara yang sederhana untuk mempertimbangkan kurikulum adalah melihat kurikulum dari 4 fase, yakni: isi (content), metode, tujuan (purpose) dan evaluasi.

Dalam perspektif ini, kurikulum sekolah keseluruhan (a whole school curriculum) bukan hanya sangat kompleks namun juga merupakan satu kesatuan yang ideal. Suatu sekolah juga memiliki a hidden curriculum’…the largely unintended effect of its social milieu, sedangkan the actual curriculum, yang ditafsirkan sebagai siswa mengalami secara aktual dan guru mengajarkan secara aktual, mungkin berbeda dengan apa yang direncanakan secara formal. Jurang antara curriculum-as-intention dan curriculum-in-use (atau in-transaction) mendasari kebutuhan mendasar dan kongkrit yang harus diperbuat dan dipelajari siswa di sekolah, yang dirancang dalam public curriculum. Masalahnya adalah bagaimana membuat suatu kurikulum yang efektif dan bermakna bagi publik luas. Ada 2 pendekatan yang dapat digunakan, yakni (1). Melihatnya sebagai suatu masalah riset terhadap pengajaran bukan sebagai perencanaan umum. Kurikulum dilihat sebagai suatu spesifikasi dari konten dan prinsip-prinsip untuk diinvestigasi dalam realita kelas; (2) Pendekatan kedua lebih menekankan pada kurikulum sebagai keseluruhan dan sebagai isi (intention), misalnya sebagai peta kebudayaan. Konsepsi integrative diterjemahkan menjadi analisis hambatan terhadap guru dan sekolah, dan mengaitkan teori kurikulum dengan strategi perubahan sosial jangka panjang.

Terdapat beberapa gagasan mengenai kurikulum, antara lain:

Pertama, Whole Curriculum. Istilah The Whole Curriculum, tidak bersinonim dengan curriculum dan cenderung digunakan untuk membedakan program sekolah yang menyeluruh seimbang dan koherensi dengan source study. Keputusan-keputusan mengenai the whole curriculum tergantung pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses sekolah jangka panjang diseleksi dari kebudayaan yang bermanfaat, dengan pola studi tertentu bagi semua siswa.

Konsep tersebut ada kaitannya dengan pernyataan, bahwa “Curriculum all the learning experience planned and guided by school”. Konsep ini mengandung dua cabang: berkenaan dengan lingkungan belajar total, pengembangan diri siswa yang ditransmisikan padanya; dan penempatan komponen subjects dalam konteks desain the whole curriculum. Konsep ini membantu mengenai cara the whole curriculum menyajikan ‘a selection from culture’, asumsi-asumsi tentang pengetahuan yang ditransmisikan dalam masyarakat. Dari perspektif ini dapat dipertanyakan dan diklarifikasi kontribusi pola-pola organisasi kurikulum, subject-based by tradition ke arah tujuan-tujuan persekolahan jangka panjang.

Kedua, Hidden Curriculum, gagasan ini merupakan suatu tantangan bagi perancang kurikulum. Hidden Curricu¬lum memuat kontradiksi terhadap kurikulum official (intended curriculum), karena merupakan kurikulum tak tertulis (Hargreaves, 1978). Kurikulum ini adalah hasil dari desakan yang memberikan efek tak diinginkan, untuk mempengaruhi orang lain agar menyetujui sesuatu yang diharapkan, melalui interaksi kelas upaya penyebarluasan pesan-pesan kultural mengenai tingkah laku sosial.

Ketiga, Komponen-komponen Kurikulum, kurikulum memiliki komponen-komponen yang berkaitan satu dengan yang lainnya, yakni : (1). Tujuan, (2), Materi, (3). Metode, (4). Organisasi, dan (5). Evaluasi. Komponen-komponen tersebut, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama menjadi dasar utama dalam upaya mengembangkan sistem pembelajaran.

Keempat, Peranan Kurikulum, kurikulum direncanakan secara sistematis, mengemban peranan penting bagi pendidikan, yakni: (1). Peranan konservatif, (2). Peranan kritis dan evaluatif, dan (3). Peranan kreatif. Ketiga peranan ini sama pentingnya dan antara ketiganya perlu dilaksanakan secara berkeseimbangan.

Kelima, Fungsi Kurikulum, sebagaimana dikemukakan Alexander Inglis (1978), menyatakan:

Penyesuaian (the adjustive of adaptive function)
Pengintegrasian (the integrating function)
Peferensiasi (the differentiating function)
Persiapan (the propaedeutic function)
Pemilihan (the selective function)
Diagnostik (the diagnostic function)
Keenam, Pendekatan Studi Kurikulum, mempertanyakan apa yang dipergunakan dalam pembahasan atau dalam penyusunan kurikulum tersebut. Penggunaan sesuatu pendekatan (approach) menentukan bentuk dan pola yang dipergunakan oleh kurikulum tersebut melalui empat pendekatan, yakni: mata pelajaran, interdispliner, integratif dan sistem.

Ketujuh, Proses Kurikulum, pada dasarnya merupakan suatu perangkat lengkap yang menjadi dasar bagi guru dalam membuat semua keputusannya di sekolah. Setiap guru memiliki kemampuan membentuk atau menyusun kurikulum berdasarkan suatu proses logis, dinilai terbaik pada saat disampaikan pada siswanya. Jika guru tidak berpedoman pada kurikulum, pengajarannya akan menimbulkan meragukan.
By...
     Tian "09"



Tidak ada komentar:

Posting Komentar